Injeksi antibiotik tidak perlu Skin Test ?
Saya cukup terkejut ketika pertama kali menerima informasi bahwa tidak lagi diperlukan tindakan skin test sebelum pemberian injeksi antibiotik.
Apa tidak khawatir terjadi alergi? Itu pertanyaan yang pertama muncul dalam kepala saya.
Sejak jaman kuliah yang saya tahu setiap kali injeksi antibiotik pasti didahului dengan tindakan skin test.
Kali ini saya ingin membagikan catatan pencarian jawaban atas pertanyaan yang muncul terkait penghentian tindakan skin test antibiotik.
Apa tidak khawatir terjadi alergi? Itu pertanyaan yang pertama muncul dalam kepala saya.
Sejak jaman kuliah yang saya tahu setiap kali injeksi antibiotik pasti didahului dengan tindakan skin test.
Kali ini saya ingin membagikan catatan pencarian jawaban atas pertanyaan yang muncul terkait penghentian tindakan skin test antibiotik.
Apa itu skin test?
Skin test adalah tindakan pemberian obat ke dalam jaringan kulit (intradermal) untuk mengetahui ada dan tidaknya alergi terhadap obat yang diberikan.
Obat jenis apa yang sering menyebabkan alergi?
Antibiotik adalah salah satu obat yang paling sering menyebabkan alergi baik dalam kasus orang dewasa maupun anak-anak. Diantara semua jenis antibiotik, antibiotik Beta Laktam (Penisillin Dan Sefalosforin) adalah penyebab alergi yang paling sering terjadi. Selain Penisillin, Antibiotik Sulfonamid juga dapat menyebabkan alergi yaitu Syndrom Steven Johnson atau Nekrolisis Epidermal Toksik [2].
Seberapa sering terjadi alergi Obat?
Reaksi alergi mewakili sepertiga dari Adverse Drugs Reactions (ADRs), reaksi alergi dianggap langka tetapi dengan morbimortality tinggi [1]. Seorang sumber menyatakan bahwa hanya 1/1.000.000 (satu per satu juta) pasien yang mendapatkan injeksi antibiotik mengalami reaksi alergi.
Apakah reaksi alergi dapat di deteksi?
Tes tusukan kulit (Skin Prick Test) dan tes intradermal (Intradermal Test) banyak digunakan untuk mengevaluasi sensitisasi dan dapat memberikan wawasan mengenai mekanisme imunologi yang mendasarinya [3]. Menurut survey tentang tes hipersensitifitas obat dan desensitisasi untuk pengobatan yang dilakukan pada periode 2004 sampai dengan 2008 ditemukan bahwa skin test merupakan tindakan yang paling umum digunakan sebagai upaya untuk mendeteksi adanya alergi Antibiotik [4].
Mengapa skin test sering digunakan untuk mengetahui adanya reaksi alergi terhadap obat ?
Skin Test merupakan metode yang aman, efektif dan cepat dalam mengidentifikasi reaksi alergi pada pasien yang beresiko maupun yang tidak beresiko alergi terhadap penisillin[5]. Stephanie J. Fox, MD dalam penelitiannya menegaskan bahwa skin test penisilin aman dan efektif dalam evaluasi pada anak dengan riwayat alergi penicillin [6].
Sampai disini bukti yang ada masih mendukung untuk dilakukan skin test sebelum pemberian injeksi antibiotik.
Lalu bukti apa yang menyatakan bahwa Skin test tidak diperlukan lagi?
1. Tidak tersedia Reagent yang terstandar.
Interpretasi yang tepat dari Skin Test membutuhkan ekstrak alergen dengan komposisi dan potensi yang sudah dikenal, bila menggunakan alergen spesifik yang dimurnikan, reaksi iritan "positif palsu" (non IgE-mediated) sangat jarang terjadi. Penicilloyl polylysine adalah reagent yang digunakan untuk mendeteksi IgE antibody untuk menentukan alergis utama dari penisilin (i.e., penicilloyl) dan Positif di sekitar 80% dari pasien yang sensitif penisilin[7]. Reagent yang terstandar untuk mendeteksi alergi obat – obatan sangat terbatas. Kurangnya produk Skin Test yang terstandar untuk menentukan pasien hypersensitive terhadap obat-obatan, sehingga dokter perlu untuk secara empiris mengembangkan prosedur pengujian sendiri[4].
2. Adanya kemungkinan positif palsu.
Penggunaan klinis test intracutaneous biasanya dibatasi untuk dosis tunggal (yaitu, 1:1,000 wt/vol), yang mungkin iritan, akurasi prediktif tes pada konsentrasi ini sering rancu dengan hasil positif palsu [8].
3. Tidak ada hubungan antara hasil skin test dengan kejadian alergi.
Reaksi alergi dapat terjadi pada pasien dengan riwayat tak ada reaksi saat pemberian antibiotik sebelumnya[9]. Eric Macy pada penelitian berjudul Penicillin skin testing in advance of need mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara Reaksi Indeks dan Reaksi Posttest [10]. Hasil skin test negatif (tidak mengecualikan reaksi dan tingkat keparahan) bukan merupakan prediksi hasil Drug Challenge. Resiko anafilaksis pada Single-Step and Multistep Challenges adalah sebanding [11].
4. Rekomendasi tidak perlu skin test
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2013 memberi rekomendasi bahwa tindakan skin test sebelum pemberian Antibiotik "tidak direkomendasikan"[12].
Program Pencegahan Resistensi Antimikroba (PPRA) telah melakukan sosialisasi tentang tidak diperlukan lagi adanya tindakan skin test sebelum pemberian Antibiotik [13].
Bagaimana prosedur pemberian injeksi antibiotik tanpa didahului dg tindakan skin test ?
Antibiotik dapat diberikan dengan cara bolus dengan pengenceran sesuai ketentuan yang ada maupun di encerkan menggunakan NaCl 0.9% 100ml diberikan dengan cara drip (melalui infus).
Bagaimana langkah antisipasi jika terjadi reaksi alergi?
Observasi keadaan umum pasien pasca injeksi antibiotik. Obat emergenci seperti anti alergi dan steroid harus selalu tersedia. Hentikan pemberian antibiotik bila terjadi reaksi alergi.
Mau pilih yang mana? Tetap melakukan skin test atau tidak perlu lagi skin test?
Demikian catatan kecil yang bisa saya sampaikan, semoga bermanfaat.
Kata kunci: antibiotik , alergi , skin test , rekomendasi.
Daftar Pustaka:
1. D. S. Aparecida T. Nagao-Dias, Patrícia Barros-Nunes, Helena L. L. Coelho, “Allergic drug reactions,” J. Pediatr. (Rio. J)., vol. 80, no. 4, hal. 259–66, 2004.
2. T. Rawlins MD and JW, Pathogenesis of adverse drug reactions. In Textbook of Adverse Reactions, Davies DM, 44 ed. 1977.
3. S. J. L. Barbaud A, Bene M C, Faure G, “Tests cutane´s dans l’exploration des toxidermies suppose´es de me´canisme immuno-allergique,” Bull Acad Natle Med, no. 184, hal. 47–63, 2000.
4 H. Joseph dan C. Oslie, “Survey of Drugs Allergy Testin, Challengge and Desensitization Practice,” J. Clinik Toxicol., vol. 2, no. 5, hal. 136, 2012.
5. T. et al J. Sullivan, “Skin Testing To Detect Penicillin Allergy,” J Allergy Clin Immunol, 1981. .
6. M. Stephanie J. Fox, MD dan Miguel A. Park, “Penicillin Skin Testing Is a Safe and Effective Tool for Evaluating Penicillin Allergy in the Pediatric Population,” Am. Acad. Allergy, Asma Immunol., 2014.
7. World Allergy, “Practice Parameters for Allergy Diagnostic Testing,” worrld allergy journal, 1995. .
8. Bernstein ILi JBernstein D. dan et al, “Allergy Diagnostic Testing: An Updated Practice Parameter,” Ann. ALLERGY, ASTHMA, Immunol., vol. 100, no. 3, hal. 3, 2008.
9. Einarson T.R., “Drug-Related Hospital Admissions,” Ann Pharmacother, vol. 27, hal. 832–840, 1993.
10. Ms. Eric Macy, MD, Ripdeep Mangat, MD, and Raoul J. Burchette, MA, “Penicillin skin testing in advance of need: Multiyear follow-up in 568 test result–negative subjects exposed to oral penicillins,” J Allergy Clin Immunol, hal. 1111–1115, 2003.
11. et S.L. Mawhirt Al, “Skin testing and drug challenge outcomes in antibiotic-allergic patients with immediate-type hypersensitivity,” Am. Coll. Allergy, Asthma Immunol., 2016.
12. IDAI, “Tes Kulit pada Pemberian Injeksi Antibiotik; REKOMENDASI No: 005/Rek/PP IDAI/VI/2013,” 2013.
13. PPRA, “Strategi Program Pengendalian Resistensi Antimikroba,” 2017.
Komentar
Posting Komentar